TEMON

bagan SOTK Desa Temon 2019

 

Web site : Pemerintah Desa Temon

bagan SOTK Desa Temon 2019
BAGAN SOTK Desa Temon Tahun 2019 didasarkan pada KEPUTUSAN KEPALA DESA TEMON
NOMOR : 144/04/405.32.15/6/2019
Berta

so pem desa jpg

DATA LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DESA TEMON  TAHUN 2022
KECAMATAN SAWOO KABUPATEN PONOROGO
NO DUKUH RW RT
NAMA DUKUH NAMA KAMITUWO RW NAMA KETUA RW RT NAMA KETUA RT
1 BRENGGOLO KADIR 01 YAKUN 01 LADIANTO
02 SUHARI
03 SARWOTO
02 MUJITO S.Pd 01 SENO
02 MUHASAR
03 KARMUJI
03 SUGENG 01 SARLIN
02 RIWAYAT HADI MULYO
03 SUTAJI
04 TRIMARYANTO
04 SLAMET 01 KADEMAN
02 BOYANI
03 ANDIK EKA SAPUTRO
2 TEMON RANTI 01 JIMIN 01 DEKUN
02 SUPANGAT
02 SUWOTO 01 SARJI
02 TUNARI
03 SUWANDI 01 SAMINO
02 DJEMINGAN
04 TULIKUN 01 SUNAR
02 SAURI
03 AGUNG
04 TUKIJO
3 SENARANG 01 IMAM SAFI’I 01 JEMIKAN
02 NYAMADI
03 AGUS SANJAYA
02 SUMADI 01 ANTON WIDODO
02 SAMSURI
03 SUGIAT
03 MUJIONO 01 SUTRISNO
02 PANUT
03 NUR CAHYONO
04 YATENO 01 SUMADI
02 JARIN
03 MARSONO
04 SAMTO
05 SUWARNI
05 DAMINO 01 JEMAIN
02 TEKAT NUGROHO
03 SOIKUN
04 MURTOKO
06 JARNO 01 JONI KTN
02 SUKARNI
03 SUYOTO
04 SUROSO
05 TUMIRAN
06 JEMADI
4 MLOKOLEGI SUJIANTORO, S.Pd 01 SLAMET 01 SISWANTO
02 SANDIR
03 SUTARNI
02 QOMAR 01 TUMIJAN
02 NARIMO
03 TUMARI
03 BASRI 01 SOBIRIN
02 SAIUM
03 SLAMET
04 TUMARI 01 EDI SUKARNI
02 GUNADI
03 YATENO
05 SUWARNI 01 REJO
02 SUKARDI

 

banyangkaki 2
Puncak Gunung Bhayang kaki

bhayangkaki bhayangkaki 1

SEJARAH GUNUNG MHAYANG KAKI :

Mengenai Sejarah Sawoo  ini erat hubungannya dengan Pangeran Kalipo Kusumo yang menurut kepercayaan masyarakat de­sa Sawoo dan sekitarnya dimakamkan di Gunung Bayangkaki yang letaknya tak jauh dari desa tersebut.
Siapakah sebenarnya Pangeran Kalipo Kusumo itu ?. Menurut cerita masyarakat desa Sawoo dan sekitarnya, Panger­an Kalipo Kusumo adalah putra Paku Buwono: I dari Kartosuro. Beliau tidak menginginkan kebahagiaan duniawi, tetapi ingin mencari ketenteraman lahir dan batin, untuk itu beliau meninggalkan kerajaan, berjalan ke arah timur dan akhirnya sampai di suatu bukit yang sekarang bernama Gunung – Bayang kaki. Gunung tersebut terletak di wilayah Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. Setelah berada di tempat tersebut, pada siang hari beliau melakukan semedi di puncak gunung, jika malam hari telah tiba, pindah di suatu Gua yang terletak di gunung itu juga,
Semenjak Pangeran Kalipo Kusumo bertapa di puncak Gunung Bayang kaki, keadaan masyarakat di sekitarnya kelihatan tenteram dan damai. Bahkan sawah ladangnya pun terhindar dari serangan hama, sehingga hasilnya berlipat ganda. Pangeran Kalipo Kusumo bersifat pengasih dan penyayang kepada sesama manusia, khususnya kepada orang-orang di sekitar pertapaannya. Oleh sebab itu beliau sangat disegani dan dihormati oleh penduduk di sekitar pertapaannya.
Setelah beberapa tahun Pangeran Kalipo Kusumo bertapa di Gunung Bayang kaki, di kraton Kartosuro terjadi peperangan yang dikenal dengan istilah Perang Cina perang candu yang terjadi di sekitar. tahun 17^2, Pada saat perang meletus Kartosuro ti­dak diperintah oleh Paku Buwono I, tetapi telah diganti oleh Paku Buwono II, yaitu adik Pangeran Kalipo Kusumo. Pada peperangan itu Sunan Paku Buwono II terdesak dan akhirnya meninggalkan kraton, Dalam perjalanannya beliau menuju ke arah timur, bermaksud mencari kakaknya.
Setelah beberapa hari dalam perjalanan akhirnya Sunan Paku Buwono II dapat bertemu dengan Pangeran Kalipo Kusumo. Di dalam perjumpaan itu Paku Buwono II menceriterakan keadaan yang menimpa kraton Kartosuro. Mendengar. cerita adiknya itu Pangeran Kalipo Kusumo sangat sedih. Beliau segera mengheningkan cipta, memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa. Setelah selesai semedinya, Pangeran Kalipo Kusumo memberi petunjuk kepada adiknya agar turun dari gunung tempat pertapaannya, supaya berjalan menuju ke arah selatan, jika di dalam perjalanan itu telah menemukan 2 (dua) batang pohon sawo (sawo  kembar) atau (Jawa Sawo  sakembaran), Paku Buwono II disuruh berhenti dan bertapa di bawah pohon tersebut.
Setelah beberapa saat lamanya bertapa (menurut keterangan selama 40 hari), Paku Buwono II naik ke Gunung Bayang kaki bermaksud minta diri kepada kakaknya untuk pulang ke Kartosuro. Setelah mendapat petunjuk-petunjuk dari kakaknya Sunan Paku Buwono II segera meninggalkan Gunung Bayang kaki.
Dalam perialanannya kembali ke Kartosuro, Sunan Paku Buwono II singgah di desa Tegalsari di rumah Kyai Ageng Kasan Basari I. Di tempat ini beliau dijamu oleh Kyai Ageng. Sunan Pa­ku Buwono II sangat berkenan di hati atas segala kebaikan Kyai Ageng Kasan Basari. Oleh sebab itu, maka desa Tegalsari tempat tinggal Kyai Ageng Kasan Basari I dijadikan desa perdikan yang bebas dari pajak.
Kemudian Sunan Paku Buwono; II melanjutkan perjalanannya untuk pulang ke kraton Kartosuro. Setelah sampai di sebuah de­sa, beliau merasa haus. Pada saat itu beliau bertemu dengan seorang nenek, lalu berkenalan dan bercerita, sehingga dalam waktu yang singkat sudah kelihatan sangat akrab. Oleh karena itu si nenek tidak segan-segan untuk memohon Sunan Paku Buwono II singgah di tempat tinggalnya. Sesampainya di rumah, si nenek segera memasak bubur (jenang Jawa). Setelah bubur itu masak segera disuguhkannya. Melihat bubur yang masih mengepul itu Sunan segera ingin menyantapnya, tetapi si nenek segera mencegahnya. Kemudian si nenek memberitahukan jika makan bubur
sebaiknya dari pinggir, jangan dari tengah. Karena kalau dari pinggir pasti tidak terasa panas dan segera habis. Anjuran si nenek ini ditaatinya oleh Sunan Paku Buwono II dan ternyata memang benar. Pada saat makan itu Sunan Paku Buwono II seperti mendapat firasat, bahwa cara makan bubur yang dimulai dari pinggir. itu dapat dipakai sebagai taktik untuk mengadakan perlawanan terhadap musuh yang telah menguasai Kraton Kartosuro. Maka dari itu beliau segera mencoba taktik yang baru ditemukannya, yakni menyerang pertahanan musuh dari tepi kemudian ke tengah dan akhirnya ke pusat pertahanan. Dengan taktik tersebut ternyata membawa hasil yang gemilang, pertahanan musuh dapat dihancurkan, sehingga Sunan Paku Buwono II dapat menduduki tahta kraton Kartosuro lagi. Untuk mengenang jasa nenek yang telah memberikan jalan terang bagi Sunan Paku Buwono II, maka desa tempat tinggal si nenek tersebut dijadikan perdikan yang kemu­dian dinamakan desa Menang.
Dengan adanya peristiwa kemenangan Sunan Paku Buwono II, di dalam melawan musuh yang menguasai kerajaan Kartosuro, maka Sunan Paku Buwono II lalu diberi julukan Pangeran Kumbul. Desa tempat Sunan Paku Buwono bertapa hingga sekarang dinamakan de­sa Sawoo dan tempat untuk bertapa dinamakan patilasan Sunan Kum­bul. Patilasan Sunan Kumbul hingga sekarang dikeramatkan oleh masyarakat desa Sawoo dan sekitarnya. Tiap-tiap hari tertentu, terutama malam Jum’at banyak orang yang berjiarah di tempat itu. Para pejiarah itu bukan hanya orang dari desa Sawoo saja, teta­pi juga dari daerah lain. Para pendatang itu pada umumnya mem puinyai rnaksud  tertentu, misalnya ingin agar usahanya maju, ingin agar naik kelas, agar sembuh dari penyakitnya, agar mendapat kedudukan di dalam tempat kerjanya dan lain sebagainya.
Pada saat Sunan Paku Buwono II mengadakan perlawanan ter­hadap musuh yang menduduki tahtanya, Pangeran Kalipo Kusumo tidak dapat ikut berjuang, tetapi berdoa di tempat pertapaannya. Hal ini disebabkan karena Pangeran Kalipo Kusumo telah bersumpah tidak akan meninggalkan tempat pertapaannya hingga akhir hayatnya. Setelah Pangeran Kalipo Kusumo tua dan merasa ajalnya sudah hampir tiba, tanpa diketahui siapapun juga, beliau membuat liang kubur yang kelak akan dipakainya sendiri. Setelah liang kubur itu jadi, maka beliau berpesan kepada para pengikutnya, agar kelak kalau beliau meninggal supaya dimakamkan di liang kubur yang telah dibuatnya sendiri. Liang kubur tersebut dibuat di puncak gunung Bayang kaki (tempat pertapaannya). Oleh sebab itu setelah Pangeran Kalipo Kusumoi wafat, oleh para pengikutnya dimakamkan di puncak gunung tempat pertapaannya.
Pada saat beliau meninggal, yang mengusung jenasahnya adalah arang laki-laki yang telah lanjut usia (Jawa: kaki-kaki) sehingga cara mengusung jenasah tersebut diangkat bersama de­ngan sangat hati-hati (Jawa: dibayang-bayang). Oleh sebab itu Gunung tempat Pangeran Kalipo Kusumo bertapa dan dimakamkan ini kemudian dinamakan Bayang kaki.(Balai Penelitian Sejarah dan Budaya Yogyakarta, 1981-1982).
Pada periode penjajahan Belanda, daerah Sawoo dan sekitar nya merupakan daerah yang aman. Saat itu Kepala desa yang memerintah di desa Sawoo adalah Bapak Ibrahim, setelah beliau wafat, diganti Bapak Sardjon© dan pada akhir penjajahan Belan­da hingga awal Kemerdekaan, Kepala desa Sawoo dipegang oleh Ba pak Supono, Pada saat itu masyarakat Sawoo keadaannya sangat menyedihkan.
Pada periode penjajahan Jepang, desa Sawoo juga merupakan desa yang aman. Pada saat itu Kepala desa dipegang oleh Bapak Supono. Menurut informasi dari Bapak Supono pen duduk desa Sa­woo, pada saat  itu sangat menyedihkan. Saat  itu penduduk dilarang masak nasi (beras), mereka dianjurkan untuk makan na­si tiwul. Semua hasil padi, harus diserahkan kepada Pemerintah Jepang, dengan alasan untuk memberimakan tentara kita. Disanping kekurangan makan, penduduk Sawoo dan sekitarnya juga kekurangan pakaian. Pada saat itu jarang kita jumpai penduduk yang memakai kain, mereka menutup anggata badannya dengan goni, bahkan di daerah pelosok ada yang tidak berpakaian sama sekali.
Walaupun daerah Sawoo merupakan daerah yang aman, namun tak luput dari semua peraturan-peraturan pemerintah Jepang yang diterapkan di seluruh Indonesia, Pada saat itu Jepang memerlukan tenaga kasar yang dikenal dengan istilah Romusya, Pada mulanya perlakuan Jepang terhadap Romusya cukup baik, tetapi lama kelamaan para romusya diperlakukan sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan. Para romusya banyak yang tidak kembali (mati), jika ada yang pulang tinggai kulit pembalut tulang saja,
Menurut informasi dari bapak Supono yang menjabat Kepala Desa pada saat itu penduduknya juga banyak yang menjadi korban romusya, Mereka ada yang dapat melarikan diri dalam perjalanan sehingga pulang dengan selamat, Bagi mereka yang ti­dak dapat meloloskan diri, sebagian besar banyak yang tidak pulang lagi. Mereka yang tidak pulang itu kemungkinan besar meninggal dalam melaksanakan tugas,
Pada periode kemerdekaan, khususnya pada waktu gerilya Jendral Sudirman daerah Sawoo termasuk didalam route perjalanannya, menurut inforraasi dari bapak Supono (bekas lurah desa Sa­woo). pada saat para gerilya berada di desa Ngindeng dan Tumpak Pelem bapak Sudirman sempat beristirahat di desa Sawoo selama sehari. Pada saat itu penduduk desa Sawoo ikut aktif di dapur umum, menyediakan makanan pasukan anak buah Jendral Sudirman,

http://kecamatan-sawoo.blogspot.co.id/2013/06/sejarah-sawoo.html

puncak bhayang kaki
Puncak Gunung Bhayang kaki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *